Kajian Yuridis Perjanjian Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Main Article Content

Heniyatun Heniyatun
Puji Sulistyaningsih
Bambang Tjatur Iswanto

Abstract

Perkawinan merupakan suatu yang sakral, yang tidak boleh digunakan hanya sekedar untuk memenuhi hubungan biologis saja. Hal ini sesuai yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan (UUPerkawinan), bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Suatu perkawinan akan menimbulkan akibat terhadap harta kekayaan yang diperoleh baik sebelum maupun selama perkawinan berlangsung. Akibat terhadap harta kekayaan ini mulai timbul persoalan manakala perkawinan tersebut menyangkut perkawinan yang berbeda kewarganegaraannya, yaitu antara warga negara Indonesia (WNI) dengan warga negara Asing (WNA), yang di dalam UUPerkawinan disebut perkawinan campuran. Persoalannya adalah bahwa pasangan perkawinan campuran tersebut tidak membuat perjanjian perkawinan, yang  terkait dengan kepemilikan harta kekayaan bersama oleh pasangan WNI, yang berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UUPA bahwa seorang perempuan WNI yang kawin dengan WNA tidak dapat membeli tanah, atau bangunan dengan hak milik ataupun HGB. Berdasarkan hal tersebut maka perempuan WNI yang melakukan perkawinan campuran mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana keberlakuan dan implementasi perjanjian perkawinan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengkaji keberlakuan dan implementasi perjanjian perkawinan pasca putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Metode pendekatan yang digunakan yaitu metode  yuridis normatif. Bahan penelitian terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Spesifikasi penelitian merupakan penelitian deskripsi-analitis. Teknik penarikan sampel menggunakan metode purposive sampling, alat penelitian berupa studi kepustakaan. Analisis data menggunakan analisa kualitatif, dengan menggunakan metode induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perjanjian perkawinan dapat mulai berlaku sejak dilangsungkannya perkawinan atau dapat pula ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian kawin. Implementasi  perjanjian perkawinan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi yaitu dibolehkannya membuat perjanjian perkawinan setelah dilangsungkannya perkawinan atau sepanjang perkawinan, maka terpisahnya harta dapat terjadi pada saat perjanjian perkawinan itu dibuat atau pada saat perkawinan dilangsungkan (sesuai kehendak suami isteri yang dituangkan dalam perjanjian perkawinan)

Downloads

Download data is not yet available.

Article Details

Section
Articles